Dari 'Aisyah r.a., dia berkata Rasulullah saw. pernah bersabda: "Barangsiapa yang mengadakan sesuatu (amalan) dalam urusan (agama) kami yang bukan dari kami, maka (amalan) itu tertolak." (HR Bukhari, 4591)

Monday, May 21, 2012

Asbabun Nuzul #1

"Dan sekiranya Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya niscaya mereka akan berbuat melampaui batas di bumi, tetapi Dia menurunkan dengan ukuran yang Dia kehendaki.  Sungguh, Dia Mahateliti terhadap (keadaan) hamba-hamba-Nya, Maha Melihat."  (QS. Asy-Syura: 27)

Asbabun Nuzul
QS. Asy-Syura, 42:27
Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib bahwasannya ayat ini turun berkenaan dengan  Ashab Ash-Shuffah (Orang-orang papa yang bertempat tinggal di sisi-sisi masjid Rasulullah). Mereka berharap bila Allah menganugerahkan kepada mereka limpahan rezeki, niscaya mereka akan dapat melakukan banyak hal.  Lalu, turunlah ayat ini sebagai peringatan bahwa Allah memberikan rezeki sesuai dengan kadar dan ukuran masing-masing dan bisa jadi dengan rezeki itu seseorang akan berbuat zalim dan dosa."  (Lubabun Nuqul: 172)

Meluruskan Qiblat


Sumber            :           Makalah Pengajian Rutin Ahad Pagi / 20 Mei 2012
                                    KH. M. Rahmat Najieb, S.Pd
                                    Masjid PP. Persatuan Islam Viaduct Bandung


“Apabila kamu hendak mendirikan shalat sempurnakanlah wudlu kemudian menghadap kiblatlah dan bertakbirlah.....”  (HR. Muslim)
            Pada saat shalat difardukan, Allah SWT tidak menentukan arah kemana seharusnya menghadap.  Karena itu Rasulullah Saw harus mengikuti syariat nabi sebelumnya.  Syariat sebelum beliau adalah saat shalat, wajib menghadap Baytul Maqdis yang terletak di Masjid al-Aqsha Palestina.  Sebenarnya Rasulullah Saw sangat menginginkan arah qiblat itu ke Ka’bah yang terletak di tengah Masjid Haram Makkah Mukarrohmah.  Beliau berkeyakinan suatu saat nanti qiblat akan beralih ke sana, tetapi beliau tidak mengetahui waktunya.
            Karena keinginan yang besar menghadap ke Ka’bah dan ketidakcocokan hati, Rasulullah Saw sering mengadahkan wajahnya ke langit menunggu-nunggu turunnya Malak Jibril dari langit sambil membawa wahyu, maka turunlah ayat 144 QS. Al-Baqarah.
“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu mengadah ke langit, Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke qiblat yang kamu sukai, palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram.  Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.  Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al-Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjid al-Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.”
            Ayat ini menjelaskan bahwa aturan Islam itu tidak didasarkan kepada keinginan seseorang sekalipun Nabi Muhammad Saw.  Hal itu pun menunjukkan bahwa beliau sama sekali tidak berkuasa menentukan cara ibadah.  Apa yang ditetapkannya merupakan wahyu dari Allah Swt.
            Ada beberapa alasan Ka’bah menjadi pilihan beliau, diantaranya: Ka’bah adalah rumah pertama yang dibangun untuk manusia beribadah.  Ka’bah pertama kali dibangun oleh kakek moyang beliau yaitu Nabi Ismail as. dan Nabi Ibrahim as.
“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.”  (QS. Ali Imran (3): 96)
            Ka’bah dan Hajar Aswad tidak dianggap suci apalagi sembahan oleh orang-orang yang beriman.  Khalifah Umar bin Khattab saat akan mengecup Hajar Aswad ia berseru,
“Sungguh aku tahu bahwa engkau adalah batu; tidak dapat memberi madhorot dan tidak dapat memberi manfaat.  Kalaulah aku tidak benar-benar melihat Nabi Saw mengecupmu, aku tidak akan mengecupmu.”  (HR. Bukhari)
            Bila kita shalat hendaklah menghadap Masjid Haram.  Ketentuan ini berlaku bagi setiap muslim yang hendak mendirikan shalat di mana saja mereka berada.  Perintah ini pun menunjukkan bahwa setiap muslim wajib mengetahui posisi Masjid Haram, dan mempelajari letak Makkah Mukarrohmah dalam peta.
            Dalam peta atau atlas, diketahui bahwa Makkah terletak kira-kira 21 derajat Lintang Utara dan 40 derajat Bujur Timur, sedangkan Bandung, Jawa Barat, Indonesia berada di 7 derajat Lintang Selatan dan 108 derajat Bujur Timur, berarti Makkah berada di sebelah Barat Bandung 28 derajat ke Utara.  Badan Hisab Internasional menciptakan kompas untuk menentukan arah qiblat dengan menentukan untuk Jawa Barat 25 derajat ke Utara.  Sebenarnya dengan kompas sederhana pun kita dapat mengetahui arah qiblat yang tepat.  Jangan menggunakan letak matahari untuk menentukan arah qiblat, karena posisinya tidak selalu berada di katulistiwa, kecuali pada tanggal 28 Mei dan 16 Juli setiap tahun sekitar pukul 16:15 s.d 16.30 WIB matahari tepat di atas Ka’bah.
            Bila kita berada di suatu tempat yang asing dan tidak ada orang lain yang tahu arah mata angin atau berada di tempat yang gelap sehingga bingung menetukan arah qiblat dengan tepat, maka berijtihadlah dan tentukan berdasar perkiraan.  Orang yang tidak tepat menghadap qiblat karena tidak tahu, ia tidak durhaka.  Namun setelah diberi tahu dan tetap juga salah, maka shalatnya tidak sah.
            Jika kita sedang shalat sementara arah qiblatnya tidak tepat, kemudian ada orang lain yang memberitahu arah qiblat yang sebenarnya, maka berpalinglah sesuai petunjuknya.  Hal ini pernah terjadi pada zaman Rasulullah Saw.  Saat itu ada seorang sahabat yang mendatangi orang-orang yang sedang shalat dengan menghadap Baytul Maqdis, katanya kepada mereka “Hai qiblat telah berubah.” kemudian mereka mengubah arahnya sehingga menghadap Masjid Haram. (HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud)
            Apabila kita dalam kendaraan yang tidak memungkinkan untuk berhenti dan tidak bisa berdiri shalat, maka lakukanlah shalat sambil duduk di dalam kendaraan.  Tetapi untuk sholat tathawu’ dibolehkan shalat sambil duduk tanpa alasan.  Caranya hadapkan wajah ke qiblat saat melakukan takbiratul ihram (HR. Abu Dawud) lalu menghadaplah ke mana kita sedang menghadap. (Muttafaq alayh)  Lakukan sujud lebih rendah dari rukuk. (HR. Al-Baihaqi)
            Bagi orang yang tidak mampu menghadap qibalat karena sakit misalnya, ia diperbolehkan menghadap ke mana saja sesuai kemampuannya.  Demikian juga ketika sedang melaksanakan shalat khauf.
Tidak ada hujjah atau alasan untuk mengingkari wahyu yang diturunkan Allah, karena para ulama yahudi dan nasrani pada saat itu sebenarnya sudah meyakini tentang kenabian Muhammad Saw, tetapi mereka tidak mau beriman.  Mereka membuat pernyataan palsu di depan kaumnya, sebagaimana diceritakan Allah dalam QS. Al-Baqarah: 142.  Allah Maha Tahu dan pasti akan membalas perbuatan mereka.
Seyogyanya keberadaan Ka’bah, sumur zam-zam, maqam Ibrahim di Masjid al-Haram menjadi mu’jizat kebenaran Risalah Nabi Muhammad Saw.  Sebenarnya orang-orang kafir terutama yahudi dan nasrani merasa iri dan putus asa melihat kesempurnaan Islam, lebih-lebih karena kita mempunyai pusat arah ibadah yaitu Ka’bah sebagai qiblat.  Mereka sulit untuk mengikuti dan menetapkan arah qiblatnya, buktinya mereka beribadah menghadap ke mana saja dan kapan saja mereka suka.
Subhanallah, Wallahu’alam bisshawaab

Saturday, May 12, 2012

Kumpulan Hadits #16

Abdullah bin Masud ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda, "Sungguh aku tahu penghuni neraka yang keluar terakhir dan penghuni surga yang terakhir masuk, yaitu seorang yang keluar dengan merangkak."  Lalu Allah berfirman, "Masuklah ke dalam surga." Dia pun mendatanginya, tapi dia kembali dan berkata, "Ya Tuhanku, aku temukan surga penuh." Allah berfirman, "Masuklah ke dalam surga." Dia mendatangi surga, tapi dia kembali dan berkata, "Ya Tuhanku, aku temukan surga penuh."  Allah berfirman, "Masuklah ke dalam surga, karena dia menjadi milikmu semisal dunia dan sepuluh kali lipatnya atau, sesungguhnya bagimu sepuluh kali lipat dunia."  (HR. Muslim, 272)