Dari 'Aisyah r.a., dia berkata Rasulullah saw. pernah bersabda: "Barangsiapa yang mengadakan sesuatu (amalan) dalam urusan (agama) kami yang bukan dari kami, maka (amalan) itu tertolak." (HR Bukhari, 4591)

Monday, April 16, 2012

Bid’ah dan Mashlahah Mursalah


Sumber            :           Makalah Pengajian Rutin Ahad Pagi / 29 Januari 2012
                                    KH. M. Rahmat Najieb, S.Pd
                                    Masjid PP. Persatuan Islam Viaduct Bandung

Ulama Ushul membagi dua bagian dari perbuatan-perbuatan yang tidak terjadi di zaman Rasulullah SAW; bid’ah dan mashlahah mursalah.

A. Pengertian Bid’ah
            Bid’ah menurut bahasa artinya “sesuatu yang baru yang tidak ada contoh sebelumnya.”  Salah satu Al-Asmaul Husna adalah Al-Badi’, artinya Maha Pencipta, Dia menciptakan segala sesuatu yang baru, yang tidak ada sebelumnya.  Bid’ah disebut juga muhdats atau muhdatsatul umur yakni perkara-perkara yang baru yang tidak dilakukan oleh Rasulullah SAW atau oleh para sahabatnya.
            Sedangkan menurut istilah, bid’ah ialah “Sesuatu yang baru di dalam agama yang tidak pernah disyari’atkan oleh Allah dan Rasul-Nya” atau “Satu cara yang diadakan atau dibuat oleh orang di dalam Islam yang menyerupai syari’at dengan tujuan beribadah kepada Allah.” (Al-Iqtidlo, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah)
            “Ungkapan dari suatu cara dalam agama yang diada-adakan, yang menyerupai syari’at.  Dikerjakan amal itu dengan maksud ingin mencapai maksimal (mencari nilai lebih) dalam beribadah kepada Allah SWT.” (Al-I’tisham, Imam Asy-Syatibi) atau Bid’ah itu adalah suatu urusan yang baru dalam agama; berupa aqidah, ibadah atau cara ibadah yang tidak terjadi pada masa Rasulullah SAW.  Lebih jelasnya yang disebut bid’ah itu, membuat cara ibadah dan menentukan waktunya.
            Alasan orang melakukan bid’ah karena ingin mendapat pahala.  Misalnya melafazhkan niat dengan mengucapkan “ushalliy lillah.....” sebelum melaksanakan shalat, dimaksudkan agar pahala shalat lebih banyak, padahal Nabi SAW dan para sahabatnya seorang pun tidak ada yang melakukannya.  Andaikan perbuatan itu baik tentu mereka melakukannya.  Pengucapan “ushalliy lillah.....” itu benar-benar menyerupai syariat dan para pelakunya menganggapnya ibadah sunnat.
            Demikian juga orang yang mengadakan acara ulang tahun kelahiran Nabi Muhammad SAW, dengan alasan untuk meraih cinta beliau.  Padahal sebagai bukti cinta kita kepada seseorang adalah menuruti perintahnya dan melaksanakan pesan-pesannya.  Apakah beliau pernah menyuruh umatnya untuk merayakan maulid, memperingati isra mi’raj dan nuzulul Quran?
            Padahal yang dimaksud dengan ibadah adalah “Segala sesuatu yang dicintai dan diridhoi oleh Allah baik perkataan atau perbuatan yang lahir dan yang batin.”  Bila ingin dicintai Allah, harus mengikuti petunjuk Rasul-Nya, karena beliaulah satu-satunya contoh yang baik.
            Bid’ah dalam aqidah atau keyakinan disebut syirik.  Syirik ialah berkeyakinan bahwa makhluq mempunyai kekuatan ghaib.  Misalnya orang yang berkeyakinan bahwa Hajar Aswad dapat memberikan kekuatan sehingga ia menaruh hormat kepadanya seperti halnya kepada manusia.  Atau berkeyakinan bahwa kuburan Nabi adalah tempat keramat, sehingga banyak orang yang meminta-minta di atasnya.

B. Ancaman bagi Para Pelaku Bid’ah
“Siapa yang mengamalkan ibadah yang bukan perintahku, maka ibadahnya akan tertolak.”  (HR. Muslim)
“Siapa yang hidup di antara kamu sesudahku (sepeninggalku), niscaya dia akan melihat perselisihan yang banyak.  Maka hendaklah kamu berpegang dengan sunnahku dan sunnah Khulafa Rasyidin yang mendapat petunjuk.  Berpeganglah kepadanya dan gigitlah dengan gigi gerahammu (peganglah dengan kuat).  Dan jauhilah olehmu segala urusan yang baru (muhdats).  Karena sesungguhnya, setiap urusan yang baru itu adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.”  (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah)
“.......Amma ba’du, Maka sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah (Al-Quran) dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad saw.  Dan sejelek-jelek urusan adalah urusan baru (muhdats) dan setiap muhdats adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat dan setiap kesesatan tempatnya neraka.”  (HR. Ahmad, Muslim, An-Nasaaiy dan Ibnu Majah)
Kata Imam Malik bin Anas, “Siapa yang berbuat bid’ah dalam Islam, ia memandang perbuatan itu baik, sungguh ia telah menuduh bahwa Muhammad SAW telah mengkhianati risalah, karena Allah sudah berfirman, ‘Hari ini telah Kusempurnakan bagimu agamamu.’ Maka apa saja yang tidak menjadi agama pada hari itu, niscaya tidak menjadi agama hari ini.”

C. Mashlahah Mursalah
            Mashlahah Mursalah ialah kemashlahatan yang tidak disyariatkan dalam bentuk hukum, karena tidak terdapat dalil yang membenarkan atau menyalahkan, tetapi perbuatan itu sangat diperlukan dalam rangka menciptakan kemashlahatan.  Misalnya tindakan yang dilakukan para sahabat pada masa kekhalifahan Abu Bakar Shiddiq ra. tentang membukukan Al-Quran.  Saat Umar bin Khathab ra. mengusulkan untuk menjadikan Al-Quran dalam satu mushaf, Abu Bakar ra. menolak usul tersebut, dengan alasan tidak ada perintah dari Rasulullah Saw., beliau takut berbuat bid’ah.  Tetapi Umar tetap pada pendiriannya, karena menurutnya itu bukan perbuatan bid’ah, mengingat antara lain:
1. Umat Islam akan semakin banyak dan tidak hanya dipeluk oleh orang-orang Arab.
2. Banyak sahabat penghafal Al-Quran yang gugur dalam pertempuran Yamamah.
3. Para penghafal Al-Quran semakin berkurang tidak sebanding dengan jumlah kaum muslimin.
4. Adanya isyarat dari Rasulullah Saw. bahwa beliau sudah menyuruh menulis Al-Quran.
            Setelah melalui diskusi yang sengit pada akhirnya Abu Bakar ra. setuju dan membentuk tasykil penulisan Al-Quran yang dipimpin Zaid bin Tsabit.  Contoh yang lain adalah pendirian rumah sakit, panti asuhan, dan adzan menggunakan pengeras suara.
            Pada zaman Rasulullah Saw. sudah ada upaya untuk mengeraskan suara agar adzan terdengar ke masyarakat.  Sebagaimana dilakukan oleh Bilal, muadzin Rasulullah Saw., yang meliuk-liukan kepalanya ke kanan dan ke kiri.  Berbeda dengan penggunaan bedug yang dipukul (dibunyikan) sebelum adzan, sebab pada zaman Rasulullah Saw. alat seperti itu sudah ada tetapi tidak digunakan.

Perbedaaan Mashlahah Mursalah dengan Bid’ah
Mashlahah Mursalah
1. Tidak ada motivasi untuk melakukannya pada zaman Rasulullah Saw.
2. Tidak menyerupai syariah
3. Dikerjakan untuk kemaslahatan umat
4. Pada zaman Rasulullah Saw. terdapat kendala untuk mewujudkannya (seperti tidak adanya sarana)
5. Ma’qul (dapat diterima akal)
Bid’ah
1. Adanya motivasi untuk menambah pahala (tetapi para sahabat tidak melakukannya)
2. Menyerupai syariah (ditentukan cara dan waktunya)
3. Dikerjakan untuk mencari keutamaan (mubalaghah) dalam ibadah
4. Pada zaman Rasulullah Saw. tidak terdapat kendala untuk mewujudkannya (sarana menunjang dan sangat memungkinkan)
5. Ghayr ma’qul (tidak dapat diterima akal)
Bila kita ragu menilai sebuah ibadah antara sunnat (mandub) dan bid’ah, maka tinggalkanlah, karena berbuat bid’ah adalah dosa besar, sedangkan meninggalkan sunnat tidak disiksa.

No comments:

Post a Comment